Pengertian Budaya Politik


Ada pendapat beberapa ahli yang merujuk pada pengertian budaya politik. Seperti yang dikemukakan oleh Almond dan Verba. Menurut mereka, budaya politik diartikan sebagai sebuah sikap atau pandang yang khas dari warga negara dalam melihat sistem politik dan keragaman bagiannya. Budaya politik juga diartikan sebagai sebuah sikap pada peranan penduduk suatu negara yang berada dalam sistem tersebut.

Selain dari kedua pakar politik tersebut, ada beberapa ahli politik yang juga memberikan pengertian budaya politik. Di Indonesia, Rusadi Sumintapura menyebutkan bahwa budaya politik adalah sebuah gambaran tentang tingkah laku individu dan pandangan mereka pada kehidupan politik yang dianut oleh para anggota suatu sistem politik.

Sementara, Sydney Verba memberikan pengertian budaya politik dari sudut pandang lain. Menurutnya, budaya politik merupakan sebuah konsep kepercayaan yang paling empiris, di mana simbol-simbol ekspresif dan nilai-nilai yang menegaskan terdapat dalam sebuah situasi pada saat sebuah aktivitas politik dilakukan.

Pengertian budaya politik juga dikemukakan Alan R. Ball. Menurutnya budaya politik merupakan sebuah harmonisasi yang tersusun rapi di mana di dalamnya terdapat sikap, kepercayaan, emosi serta nilai masyarakat. Dan kesemuanya itu saling terhubung dengan sebuah sistem politik beserta isu politik yang menyertainya.

Sementara pengertian budaya politik menurut Austin Ranney didefinisikan sebagai sebagai sebuah kesatuan yang berisi pandangan-pandangan mengenai politik serta pemerintahan yang dikuasai secara bersama-sama. Dengan kata lain, budaya politik adalah sebuah gambaran pandangan terhadap objek politik.
Batasan Budaya Politik

Dari pengertian yang diberikan oleh para ahli tersebut, ada sebuah benang merah yang bisa disimpulkan untuk menunjukkan batasan mengenai konsep budaya politik. Beberapa batasan budaya politik tersebut diantaranya adalah :

    Budaya politik adalah sebuah konsep yang lebih menekankan pada masalah perilaku non aktual seperti pandangan hidup, sikap serta nilai dan kepercayaan. Hal ini lebih dominan daripada aspek tindakan. Inilah mengapa Gabriel A. Almond menyimpulkan bahwa budaya politik merupakan sisi psikologis dalam sistem politik. Dimana budaya politik ini perannya sangat penting dalam proses perjalanan sebuah sistem politik.

    Budaya politik lekat identik dengan sistem politik. Hal ini ditunjukkan dengan bukti bahwa pada saat budaya politik ini dibahas, maka tidak akan bisa terlepas dari pembahasan mengenai sistem politik. Dalam sistem politik itu sendiri berorientasi pada setiap komponen yang berasal dari komponen struktur, sekaligus juga fungsi yang dijalankan dalam sebuah sistem politik itu sendiri. Setiap orang akan memiliki orientasi yang berbeda dalam sebuah sistem politik, dimana mereka akan memilih fokus orientasi pada sistem itu sendiri. Seperti misalnya seseorang akan memiliki orientasi politik tersendiri jika mereka berbicara tentang lembaga legislatif, eksekutif atau juga yudikatif.

    Budaya politik adalah sebuah gambaran konsep yang merepresentasikan mengenai komponen budaya politik dalam batasan besar. Bisa juga menggambarkan mengenai kehidupan masyarakat pada sebuah negara atau kawasan, dan tidak melihatnya secara parsial atau individu. Batasan ini terkait dengan pengertian budaya politik sebagai sebuah cermin perilaku masyarakat secara massal yang berperan dalam proses penciptaan sistem politik yang ideal.

Komponen-komponen Budaya Politik


Almond dan Powell mengatakan bahwa budaya politik adalah sebuah dimensi psikologis yang berada pada sebuah sistem politik. Penjelasan akan pernyataan ini dikemukakan oleh Ranney yang mengatakan bahwa kondisi ini terjadi karena budaya politik berada dalam satu lingkup psikologis yang mendukung terselenggaranya konflik politik.


Oleh karenanya, terjadi sebuah proses pembuatan kebijakan politik. Karena demikian kondisinya, maka komponen yang menjadi bagian budaya politik terdiri dari beberapa unsur psikis masyarakat yang  dibagi ke dalam beberapa unsur kategori.

Dijelaskan pula oleh Ranney, bahwa sebenarnya ditemukan dua komponen utama yang terdapatdalam budaya politik. Dua komponen utama tersebut yaitu orientasi kognitif dan juga orientasi afektif. Di sisi lain, Almond dan Verba menyatakan secara lebih terperinci mengenai konsep yang dirumuskan Parsons dan Shils. Parsons dan Shils menjelaskan mengenai beberapa klasifikasi tipe orientasi. Menurut Almond dan Verba terdapat tiga komponen obyek dalam budaya politik. Ketiganya yaitu :

    Orientasi Kognitif

Orientasi ini bersumber pada segala macam pengetahuan serta kepercayaan yang ada pada politik, peranan beserta kewajiban yang menyertainya. Hal ini mencakup komponen input dan output.

    Orientasi Afektif

Orientasi ini mengacu pada perasaan seseorang atas sistem politik, peran, pelaku politik serta bagaimana mereka menyajikan penampilan dalam sistem politik yang ada.

    Orientasi Evaluatif

Orientasi ini mengacu pada keputusan dan anggapan mengenai obyek politik yang khusus melibatkan kriteria dan patokan tertentu yang didasarkan pada sistem informasi berbasis data yang digabungkan dengan nilai rasa.

Tipe-tipe Budaya Politik

Mengenali budaya politik dalam pengertian budaya politik dalam maktuban spesialisasinya, atau kategori pembedaan yang di temukan di lapangan, secara garis besar dibagi menjadi dua. Dimana dari dua bagian besar tersebut, masih memiliki beberapa tipe lagi yang menunjukkan karakteristik budaya politik tersebut.

1. Budaya Politik yang didasarkan pada sikap yang ditunjukkan. Dalam pengertian budaya politik ini, disini budaya politik terbagi menjadi empat tipe. Yaitu:

    - Budaya Politik Militan
    - Budaya Politik Toleransi
    - Budaya Politik Yang memiliki Sikap Mental Absolut
    - Budaya Politik Yang memiliki Sikap Mental Akomodatif

2. Budaya politik yang didasarkan pada orientasi politik. Dalam pengertian budaya politik ini, budaya politik terbagi menjadi tiga tipe, yaitu:

    - Budaya politik parokial
    - Budaya politik kaula
    - Budaya politik partisipan

Sekali lagi di jelaskan bahwa pengertian budaya politik adalah konsep dimana suatu bangsa atau sekelompok orang mempertahankan filsafat politik dengan sudut pandang yang sama. Ini secara langsung dapat berdampak pada cara negara bertindak terhadap negara lain baik dalam hubungan luar negeri, dan perbandingan umum dari masyarakat terhadap peristiwa politik yang dia pahami.

Warga negara umumnya menyetujui atau menolak sistem dari pemerintah dan dapat mendorong orang lain maju menggantikannya. Misalkan dalam kasus kontrol totaliter, yang lumrah dapat menyebabkan revolusi atau pemberontakan.

Adapun di dalam penerapan moderat, budaya politik dapat menyebabkan sistem partai menjadi lebih ajeg dan secara langsung berkaitan dengan posisi seseorang dalam kekuasaan. Sehingga jelas, negara baik atau buruk bergantung pad budaya politiknya.

Aspek yang mempengaruhi budaya politik pada level nasional umumnya diciptakan oleh konsep bersama yang masyarakat miliki. Paradigma-paradigma ini adalah posisi di mana masyarakat mengambil bagian dan menempatkan diri pada masalah-masalah seperti moral, ekonomi dan kekuasaan pemerintah.

Karena struktur hukum dan sosial masyarakat, budaya politik secara keseluruhan menentukan bagaimana struktur kekuasaan yang didirikan dan tradisi yang diadopsi untuk menentukan struktur itu.

Ada prinsip-prinsip umum bahwa masyarakat perlu menentukan untuk menemukan budaya politiknya yang ngepas. Berdasarkan pengertian budaya politik sebagaimana di atas. Standar budaya yang umumnya ditentukan oleh pandangan agama negara dan apakah itu berfokus pada individu atau lebih berorientasi pada keluarga, masyarakat harus menemukan yang ideal.

Komponen lain yang utama adalah pertanyaan apakah masyarakat mempraktikkan persamaan hak politik yang baik, atau malah terjebak kelas-based dengan beberapa anggota mendapatkan hak lebih dari yang lain? Dan lalu bagaimana dalam kasus Indonesia?
Politik Pasif = Pengertian Budaya Politik?

“Di Amerika Serikat, 34 juta orang hidup di bawah garis kemiskinan; 3 juta di antaranya tidak punya rumah; 10 juta pengangguran; jutaan lainnya tidak punya asuransi dan tidak memiliki akses ke perawatan kesehatan. Pada era 80-an kesejahteraan telah direnggut dari kaum miskin, sementara yang kaya makin kaya.”

Apa yang dimaksud oleh Douglas Kellner di atas? Kesejahteraan. Budaya politik ini berlangsung demi kesejahteraan. Lebih dari lingkaran pandang yang paling besar dari pertarungan ideologi timur-barat, orientalis-oksidentalis, rasionalitas-mistik, serta pengejewantahannya yang mengabur dan menjadi gaya hidup.

Juga lebih dari suatu kejadian kecil semacam telekomunikasi, perang dunia, nuklir sampai konser Linkin Park di Ancol. Berbudaya dan berpolitik merupakan pertarungan kemanusiaan demi kesejahteraan.
Warga Negara Sebagai Objek Pasif Budaya Politik?

Warga negara sebagai objek akan mudah ditemui di rumah sakit sebagai penderita kanker, AIDS, serta sindrom psikis yang mereka derita. Sebagian lagi dapat di temui di kotak-kotak suara pemilihan umum, sebagiannya bersembunyi di kolong jembatan tidak memiliki tempat tinggal, dan dikejar petugas trantib.

Sebagian besar manusia lainnya tersebar di rumah-rumah sederhana, menghabiskan milliaran sumber makanan, bumi, air, udara, migas, terdorong untuk membesarkan anak-anak mereka dalam suatu jenjang tertentu, untuk kemudian dianggap dewasa dan kembali diajegkan untuk mengikuti kebiasaan orang tuanya.

Sementara pemerintahnya hadir hanya untuk mengatur mekanisme stempelisasi, dan memberikan kemudahan dalam penyiapan segala fasilitas dalam kegiatan di atas.

Tapi manusia dilihat sebagai objek politik menyedihkan dalam epilog Dougas Kellner, dideteritorialisasi secara dramatis, karena mengerti manusia bisa masuk rumah sakit, manusia bisa jadi jelata, manusia bisa hidup di jalanan, manusia bisa kekurangan beras, suatu budaya politik yang tadinya luhur jadi lacur, karena pemerintahannya mencoba mengubah budaya politik lama kepada budaya politik baru.

Penghargaan terhadap kehidupan disenjangkan kenyataan akan kebutuhan ideologi negara yang kabarnya baik-baik saja. Dalam kasus Indonesia, tenang sajalah, kita masih menganut Pancasila dan UUD 45, ujar pemerintah. Padahal, esensi dari politik bukanlah mengayomi suatu lambang dan dasar hukum tertentu.

Sebaliknya, lambang dan hukumlah yang harus mengayomi masyarakat. Pelanggaran hukum pertama dari pemerintahan adalah upaya untuk mempertahankan hukum dan moralitas mereka yang korup sejak negara Indonesia berdiri, tidak ada perubahan apa-apa, bahkan bilamana berubah, budaya politiknya menjadi semakin buruk.
Budaya Politik Liberalisme

Jika selama ini, budaya politik di Indonesia digolongkan sebagai budaya politik patron, dan feodal. Maka muncul suatu ideologi baru yang diperkenalkan oleh elit penguasa incumbent semenjak Pemilu 2004, yakni budaya politik liberalisme.

Dalam liberalisme, semuanya dilihat sebagai pasar. Politik adalah komoditas, isinya jualan program. Warga negara adalah pembeli, walau kenyataan yang terjadi. Justru warga negara yang dibeli melalui politik uang, dan tokoh politik karbitan karena punya dan melimpah. 

Dalam liberalisme yang bermodal besarlah yang menjadi hulubalang, dari raja besar setingkat presiden. Tidak heran, budaya politik masyarakat menjadi parokial. Menjadi hilang tingat partisipasinya. Karena sebagian sadar dan tidak mau dibeli. Sebagian sadar dan menolak jadi objek politik pasif.

Ini gejala pembangkangan. Namun pemerintah cerdik, daripada membangkang secara politik, mereka diberikan hiburan-hiburan untuk mengalihkan perampokan hak politik mereka. Bagi rakyat daripada pusing mikirin politik lebih baik cari hiburan. Douglas Kellner menjelaskan kejadian itu [1995]:

“Sebagai kompensasi dari terjadinya pembusukan kondisi sosial itu. Mereka yang tidak tahan akan menambah dosis hiburan dan konsumsi mereka...”

Yang menyediakan hiburan itu jelas pemerintah. Dan dalam kasus ini mereka yang sejahtera dan untung besar.

Semoga informasi ini dapat memberi Anda sedikit kejelasan tentang pengertian budaya politik.



Blog Ini Didukung Oleh :


0 comments:

Post a Comment