KUHP Atur Santet dan Kumpul Kebo, Perlukah?
Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) telah resmi diserahkan pemerintah ke DPR. Sejumlah pasal-pasal menjadi buah pembicaraan publik. Salah satunya ihwal pasal santet dan kumpul kebo. Pasal Santet diatur dalam RUU KUHP pasal 293 disebutkan di ayat (1) "Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan ghaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan atau memberikan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, penderitaan mental atau fisik seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun pidana dengan paling banyak kategori IV".
Persoalan
santet ini sejatinya bukanlah hal baru dalam KUHP. Karena di Pasal
546-547 UU KUHP juga diatur tentang ihwal "kekuatan ghaib". Menurut
Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM
Wahidudin Adams pasal santet di KUHP saat ini memang sudah banyak
didengar di pengadilan. "Jadi ini bukan hal baru. Yang ingin ditampung
di dalam pasal ini karena black magic. Mereka yang dijerat yang memberi
penawaran dan janji kepada masyarakat. Tujuannya untuk melindungi
masyarakat," ujar Wahidudin dalam diskusi di Fraksi PPP DPR RI, Kamis
(4/4/2013).
Alumnus
Fakultas Syariah IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini mengatakan dalam
pasal santet ini tidak dititikberatkan pembuktian, namun merupakan delik
formil. "Pasal ini bukan untuk membuktikan seseorang punya santet, tapi
delik formil," tambah Wahidudin. Menurut dia, pasal santet ini
bertujuan untuk mencegah penipuan terhadap masyarakat uumum, mencegh
aksi main hakim sendiiri terhadap orang yang dianggap memiliki kekuatan
gaib serta mendorong masyarakat berpikir rasonal, obyektif dan ilmiah
terhadap kemajuan bangsa Indonesia.
Terkait
dengan pasal kumpul kebo, Wahidudin menjelaskan pasal kumpul kebo
mengangkat fenomena di tengah masyarakat. Ia menjelaskanm perbuatan
kumpul kebo merupakan perbuatan tercela. "Di UU Perkawinan, hidup
bersama yang diarahkan melali perkawinan yang sah," jelas Wahidudin.
Dalam RUU KUHP di Pasal 485 disebutkan "Setiap orang yang melakukan
hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawainan yang sah, dipidana
pidana paling lama satu tahun atau pidana denda paling banyak kategori
II".
Sementara
Bambang Sri Hermanto perwakilan dari Mabes Polri mengatakan terkait
dengan keberadaan pasal santet, ada beberapa kendala yang mungkin akan
terjadi di lapangan. Polisi sebagai pelaksana UU KUHP, kata Bambang akan
mengalami persoalan dilematis di lapangan. "Siapa ahli santet itu? Mana
lisensinya?" kata Bambang. Ia menegaskan pasal Santet ini akan
kesulitan dalam implementasinya di lapangan jika dilihat dari sisi
akibat. Namun akan mudah jika bermula dari upaya promosi melalui media,
media sosial dan lainnya. "Kalau titik berangkatnya dari iklan di media,
itu bisa," ujar Bambang.
Terkait
dengan pasal kumpul kebo, Bambang mempertanyakan ancaman hukumannya
yang leebih ringan dibanding zina yakni hanya satu tahun. Menurut dia,
aturan tersebut tidak adil. "Ini tidak adil," kata Bambang. Bambang
mengingatkan fenomena kumpul kebo yang terjadi di tengah-tengah
masyarakat khususnya bagi masyarakat kelompok bawah lantaran tidak ada
biaya untuk menikah. "Apakah orang-orang seperti ini masuk dalam
kategori kumpul kebo? Dia terpaksa melakukan itu," cetus Bambang.
Sementara
menurut Ahmad Yani, Fraksi PPP mendukung penuh perluasan makna
perzinaan sebagaimana diatur dalam Pasal 485 RUU KUHP."PPP mendukung
penuh terhadap perluasan mengenai perzinaan," kata Ahmad Yani yang juga
anggota Komisi Hukum DPR RI ini. Hanya saja, Yani menggarisbawahi,
ancaman hukuman bagi pelaku kumpul kebo hanya satu tahun. Ancaman ini
lebih rendah dibanding ancaman bagi pelaku zina maksimal lima tahun.
"Kumupul kebo kok ancaman hukumannya lebih ringan dari zina," kata Yani.
Sementara
pakar hukum pidana Chairul Huda mengatakan ancaman hukuman zina lebih
berat dibanding kumpul kebo dikarenakan zina harus ada pembuktian
persetubuhan. "Beda dengan kumpul kebo, yang berkumpul serumah tanpa
ikatan pernikahan itu kumpul kebo. Setiap delik yang mudah maka diancam
pidana lebih ringan. Namun kalau sulit, maka diancam lebih berat,"
tandas Chairul.
Blog Ini Didukung Oleh :
0 comments:
Post a Comment